Saatini, Kepulauan Galapagos mencakup lebih dari 1.430 spesies yang diperkenalkan; yaitu, spesies yang tidak endemik di wilayah itu. Akibatnya, spesies ini harus diangkut (secara sukarela atau tidak sengaja) oleh manusia, kadang-kadang mengubah keseimbangan ekosistem, dan membahayakan kehidupan spesies asli Galapagos..

Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat merupakan salah satu pulau terindah di Indonesia yang patut dikunjungi. Terdiri dari empat pulau besar yaitu Siberut, Sipora, Pagai Selatan dan Pagai Utara serta terdapat 94 buah pulau kecil, menjadikan Mentawai pulau yang sangat indah dan menjadi tujuan wisata. Sebagai pulau terluas diantara tiga pulau lainnya, Pulau Siberut memiliki kekayaan jenis tumbuhan dan satwa endemik, sehingga sering menjadi tempat penelitian. Tercatat ada 846 jenis tumbuhan, dari 390 genus dan 131 suku, meliputi pohon, semak, herba, liana dan epifit. Sebanyak 503 jenis tumbuhan diantaranya dimanfaatkan oleh masyarakat untuk bahan obat tradisional. Pulau Siberut menjadi kawasan yang fenomenal dan unik karena tingkat endemisitas yang sangat tinggi yaitu 15% flora dan mencapai 65% untuk mamalia. Dari 29 mamalia yang tercatat di Pulau Siberut terdapat 21 spesies endemik. Empat diantaranya jenis primata yang hanya dimiliki oleh Kepulauan Mentawai yaitu bilou atau siamang kerdil Hylobates klosii, simakobu atau monyet ekor babi Simias concolor, bokkoi atau beruk mentawai Macaca pagensis, dan joja atau lutung mentawai Presbytis potenziani. Bilou atau siamang kerdil Hylobates klosii merupakan jenis primata yang paling terkenal di Mentawai. Bilou memiliki bulu-bulu yang jarang berwarna hitam gelap dan terdapat selaput antara jari kedua dan ketiga. Primata monogami ini hidup secara berkelompok yang terdiri dari induk jantan dan betina dengan anak-anaknya yang belum dewasa, dengan satu keluarga rata-rata tiga sampai empat individu. Sedangkan jumlah anggota dalam satu kelompok dapat mencapai 11 individu. Sebagai jenis arboreal tertua yang masih hidup, bilou merupakan jenis primata yang paling banyak menghabiskan waktu di atas pohon yang tinggi lebih dari 20 meter dengan pakan yang disukainya adalah Ficus sp, nibung liana dan tangkai. Pekik bilou paling sederhana, lebih panjang dan bervariasi diantara pekikan jenis kera arboreal lainnya. Siamang kerdil ini jarang turun ke tanah, karena termasuk satwa yang pergerakannya banyak menggunakan lengan-lengan yang panjang untuk berpindah/melompat dari satu pohon ke pohon yang lain sehingga sulit bergerak di permukaan tanah. Karena arboreal, menjadikan bilou jenis primata yang hidupnya paling dipengaruhi oleh kegiatan penebangan hutan. Primata Arboreal Unik Sedangkan joja atau lutung mentawai Presbytis potenziani mempunyai bentuk yang paling indah diantara primata endemik, dengan punggung hitam berkilat, bagian perut berwarna coklat tua, putih sekitar muka dan leher dan ekor yang panjang dan hitam seperti sutera. Joja atau lutung mentawai Presbytis potenziani, satu primata endemik Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat. Foto Meskipun termasuk dalam genus tropis Asia yang besar dan menyebar luas, joja memiliki keunikan dalam banyak hal. Betina dewasa dan jantan pasangannya ikut serta dalam pekikan dan peragaan tantangan terhadap kelompok lain, tidak seperti kera arboreal jenis lainnya, karena hanya jantan saja yang melakukan kedua hal tersebut. Joja biasanya mengeluarkan bunyi sebelum fajar dan dijadikan sebagai tanda teritori kelompoknya sehingga kelompok-kelompok binatang lainnya dapat menghindarkan diri. Primata arboreal sejati ini, hampir sepanjang hidupnya tinggal di pohon dan jarang sekali turun ke tanah. Makanannya terdiri dari setengahnya berupa buah-buahan, 35% daun-daun dan 15% biji-bijian, kacang, bunga dan materi tumbuhan lainnya. Bekantan Mentawai Simakobu atau monyet ekor babi Simias concolor termasuk kedalam keluarga bekantan. Tetapi simakobu sangat berlainan dari bekantan dan semua bentuk monyet lainnya karena ekornya yang pendek menyerupai ekor babi, badan yang gemuk pendek dan anggota-anggota badan yang sama panjang. Ada dua jenis warna bulu simakobu yaitu kelabu tua dan keemasan. Simakobu atau monyet ekor babi Simias concolor, salah satu primata endemik Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat. Foto Wikimedia Primata ini juga arboreal, hidup di atas pohon dan memakan daun-daunan. Simakobu hidup dalam satu kelompok yang terdiri dari 1 betina, 1-5 jantan dewasa dan anak-anak. Jantan dewasa memiliki ukuran yang lebih besar dari betina dewasa dan memiliki gigi taring dua kali lebih panjang dari gigi taring betina dewasa. Monyet ekor babi sangat mudah diburu. Seekor simakobu seringkali melarikan diri dalam jarak dekat saja dan kemudian duduk bersembunyi dalam kanopi sehingga menjadi sasaran empuk bagi pemburu. Simakobu diburu dua kali lebih banyak dari jenis lainnya. Jika satu kelompok melarikan diri, betinanya akan tertinggal dibelakang sehingga betina jenis Simakobu lebih sering dibunuh dari pada jantannya. Beruk Mentawai Bokkoi atau beruk Mentawai Macaca pagensis sangat erat hubungannya dengan beruk yang ada di Sumatera, Kalimantan dan benua Asia Tenggara, tetapi mempunyai warna bulu yang lebih gelap yang kontras sekali dengan bagian pipi yang putih serta pekik yang unik. Beruk ini tidak hanya hidup di pulau besar, tetapi juga hidup di pulau-pulau kecil seperti Pulau Siberut. Bokkoi atau beruk Mentawai Macaca pagensis, salah satu primata endemik Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat. Foto Wikipedia Primata ini juga mengeluarkan bunyi sebelum fajar tetapi tidak menunjukkan pekikan teritori. Bokkoi jantan berulangkali mengeluarkan pekikan supaya terus berhubungan dengan anggota kelompoknya yang juga menjawab dengan jerit dan suara-suara yang biasa mereka keluarkan untuk tetap berhubungan satu sama lain dalam hutan lebat. Dalam satu kelompok Bokkoi terdiri dari 30 individu, umumnya terdiri satu jantan dengan dari 8-10 individu saja. Satu kelompok akan terabgi menjadi beberapa kelompok kecil untuk mencari makanan dan kembali bergabung pada waktu malam hari. Habitat bokkoi sangat luas, dari daerah mangrove ke hutan primer dipterocarpaceae dan hutan yang ditebang serta ladang pertanian dimana mereka sering menemukan makanan. Karenanya primata ini paling sedikit diselidiki. Dagingnya yang lezat, menjadikan primata ini sering diburu dan dikonsumsi di beberapa daerah. Populasi Cenderung Menurun Dekan Fakultas Kehutanan Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat UMSB, Yumarni, yang ditemui Selasa 24/02/2015 menyebutkan pihaknya pada Juni 2014 telah melakukan monitoring populasi bilou, simakobu, bokkoi dan joja di enam titik dalam areal Taman Nasional Siberut. Dengan metode sistem jalur line-transect, monitoring bertujuan mengetahui perubahan komunitas popuasinya. Hasilnya, keempat primata itu masih dapat ditemukan, khususnya di daerah Bekemen, Matotonan, Kaleak, Sirisura, Sagalubek dan Saibi. “Sebaiknya harus ada kegiatan penelitian berupa studi populasi mengenai kualitas habitat dan ketersediaan pakan satwa ini di alamnya, agar memudahkan dalam melakukan monitoring terhadap perkembangan populasi primata endemik ini,” katanya. Yumarni mengatakan populasi primata itu, terutama bilou cenderung menurun, karena ancaman perburuan dari masyarakat setempat untuk kegiatan ritual adat dan prasyarat pengobatan oleh Sikerei dukun Mentawai. Bokkoi dan simakobu merupakan hewan buruan saat upacara eneget yakni upacara yang menandai seorang anak laki-laki masuk fase dewasa. Biasanya si anak akan dibawa ke dalam hutan dengan membawa panah serta busur sebagai alat untuk berburu. Staf Hukum dan Kebijakan dari Yayasan Citra Mandiri Mentawai YCMM Pinda Tangkas Simanjuntak, mengakui adanya perburuan oleh masyarakat tapi hanya dilakukan satu kali dalam setahun yaitu pada saat bulan purnama dan hanya untuk kebutuhan ritual atau upacara adat semata. Sehingga dia membantah jika kepunahan primata endemik Mentawai itu disebabkan oleh aktifitas perburuan yang dilakukan masyarakat. Populasi primata itu menurun akibat berkurangnya tutupan lahan untuk operasional perusahaan kayu semenjak 1970-an di Kepulauan Mentawai. Primata endemik itu mungkin hidup dan berkembang di areal-areal konsesi perusahaan. Saat ini mungkin hanya dalam kawasan Taman Nasional Siberut saja populasi primata endemik Kepulauan Mentawai ini bisa bertahan, sebab tutupan hutannya masih terjaga dan pakannya pun tersedia. Pinda pesimis primata ini dapat berkembang baik di luar itu. BKSDA Sumatera Barat tengah meminta pengembalian primata endemik Kepulauan Mentawai, bilou Hylobates klosii yang sempat dipelihara oleh warga Bungus, Kota Padang. Foto BKSDA Kepala Balai Taman Nasional Siberut, Toto Indraswanto kepada Mongabay pada Selasa 24/02/2015 mengatakan meski belum masuk dalam 14 jenis satwa dilindungi yang dalam Rencana Strategis Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam PHKA pada tahun 2009-2014, bilou termasuk dalam satwa yang dipantau perkembangannya. Pada Renstra PHKA tahun 2015-2019 yang meningkatkan 14 jenis menjadi 25 jenis satwa, bilou masuk sebagai satwa dilindungi yang akan dipantau perkembangannya khusus di kepulauan Mentawai. Pelaksanaan Renstra itu yang menargetkan peningkatan 10 persen populasi selama 5 tahun itu akan dievaluasi oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Sedangkan Biodiversity and Forest Carbon Spesialist Fauna and Flora International FFI Joseph Adiguna Hutabarat, mengatakan jumlah populasi bilou bervariasi, tergantung pada metode sampling yang digunakan, areal yang menjadi fokus penelitian dan kondisi pada saat dilakukan penelitian. Dari hasil penelitian populasi bilou yang dilakukan oleh Chivers 1977 mencapai ekor, Whitten 1980 mencapai 54,000 ekor, Paciulli 2004 mencapai 3,500 ekor, Whittaker 2005 mencapai 20,000 hingga 24,000 ekor, Quinten et al, 2009 mencapai 9,3 ‐7,6 ekor per kilometer persegi, Bismark 2006 mencapai 8,14 individu per km2, Höing et al. 2013 berkisar antara 28 – 60 ekor. Bilou yang berstatus terancam punah endangered menurut International Union for Conservation of Nature IUCN, kecenderungan populasinya menurun. Sedangkan data Global Forest Wacth menunjukkan perubahan tutupan lahan di Kepulauan Mentawai pada 2001 seluas 498,118 hektar, menjadi 486,543 hektar pada 2012, berkurang 1,052 hektar dengan tingkat deforestasi 0,21 persen setiap tahunnya. Melihat tingkat deforestasi yang kecil dan perburuan adat hanya sekali setahun, Joseph mengatakan populasi bilou turun akibat perdagangan satwa. Oleh karena itu, diharapkan adanya proteksi habitat dan sosialisasi pentingnya konservasi bilou kepada masyarakat. Juga perlu dilakukan penelitian untuk serta mengetahui kondisi populasi, sifat dan perilaku primata endemik tersebut. Artikel yang diterbitkan oleh beruk mentawai, bilou, bksda sumatera barat, bokkoi, ffi, joja, lutung mentawai, monyet ekor babi, primata endemik kepulauan mentawai, satwa endemik mentawai, siamang kerdil, simakobu Beberapafauna (binatang) endemik yang terdapat di Indonesia antara lain: Hiu karpet berbintik (Hemiscyllium freycineti) endemik Papua. Tupai mentawai ( Tupaia chrysogaster) Kepulauan Mentawai. Untuk mengetahui detail ciri fisik, perilaku, persebaran, jumlah populasi, habitat, klasifikasi ilmiah dan status konservasi serta gambar dan foto dari
Hewan Endemik – Grameds pasti sudah tahu bahwa negara kita Indonesia ini merupakan negara kepulauan yang memiliki ribuan pulau dengan keanekaragaman hayati, salah satunya adalah satwa endemik. Satwa endemik sama saja dengan hewan endemik, yang pada dasarnya adalah hewan asli yang berhabitat di suatu daerah tertentu. Yap, hewan endemik ini dapat disebut bahwa mereka adalah spesies satwa alami yang hanya dapat ditemukan di suatu daerah tertentu saja dan tidak dapat ditemukan di daerah lain. Berhubung negara kita memiliki ribuan pulau dengan keanekaragaman hayati yang salah satunya adalah hewan endemik, maka itu berarti jumlah dari hewan endemiknya juga ada banyak. Bahkan tidak dipungkiri bahwa dalam satu pulau saja akan tersebar puluhan hingga ratusan hewan endemik yang memiliki keunikan dan ciri khas tertentu. Wah menarik ya! Lalu, apa sih hewan endemik itu? Apa saja hewan endemik yang ada di pulau-pulau besar Indonesia? Bagaimana pula cara pelestarian yang tepat supaya hewan-hewan tersebut tidak punah di masa depan? Nah, supaya Grameds memahaminya, yuk simak ulasan berikut ini! Apa Itu Hewan Endemik?Hewan Endemik di Pulau Sumatera1. Harimau Sumatera2. Badak Sumatera3. Orangutan Sumatera4. Monyet Kedih5. Gajah SumateraHewan Endemik di Pulau Jawa1. Harimau Jawa2. Badak Jawa3. Macan Tutul Jawa4. Elang Jawa5. Kukang JawaHewan Endemik di Pulau Kalimantan1. Orangutan Kalimantan Orangutan Borneo2. Rangkong Papan3. Monyet Bekantan4. Ikan Pesut MahakamHewan Endemik di Pulau Sulawesi1. Burung Maleo2. Kuskus Beruang Sulawesi3. Tarsius4. Babi RusaHewan Endemik di Pulau Papua1. Kanguru Pohon Mantel Emas2. Burung Cendrawasih3. Labi-Labi Moncong Babi Apa Itu Hewan Endemik? Menurut Kurniawan 2016, istilah “endemik” dalam dunia satwa adalah suatu gejala yang dialami oleh organisme tertentu supaya dapat menjadi unik pada satu lokasi geografi tertentu, mulai dari pulau, negara, atau zona ekologi tertentu. Pada dasarnya, hewan endemik adalah hewan-hewan yang secara alami hanya dapat ditemukan dan hidup di suatu tempat tertentu saja, alias tidak dapat ditemukan di tempat lain. Hewan endemik tentu saja memegang peranan penting dalam ekosistem dunia, sebab jika keberadaannya punah maka ekosistem dunia termasuk wilayah yang bersangkutan juga akan turut punah. Mengingat seiring perkembangan zaman seperti saat ini, manusia mulai memanfaatkan potensi alam secara bar-bar. Padahal hal tersebut justru mempengaruhi kelangsungan hidup hewan-hewan yang berada di alam, sehingga sama saja dengan tindakan ancaman bagi hewan endemik. Di negara kita ini ternyata memiliki tingkat endemisme yang tinggi, yakni lebih dari 165 jenis mamalia endemik, 150 jenis reptilia, 397 jenis burung, dan 100 spesies amfibi tersebar di seluruh kepulauan Indonesia. Bahkan tak jarang di dalam suatu pulau, terdapat puluhan jenis hewan endemik yang memiliki ciri khas tersendiri. Hewan Endemik di Pulau Sumatera 1. Harimau Sumatera Sesuai dengan namanya, hewan endemik yang mempunyai nama latin Panthera Tigris Sumatrae ini menjadi spesies endemik asli dari Pulau Sumatera dan masih bertahan hidup hingga saat ini. Ciri utama dari harimau sumatera adalah ukuran tubuhnya yang mana lebih kecil dibandingkan jenis harimau pada umumnya, serta memiliki corak loreng hitam gelap. Berhubung jenis harimau ini adalah hewan endemik, maka harimau sumatera hanya di hidup Pulau Sumatera saja, yang biasanya berhabitat di hutan dataran rendah dan hutan pegunungan. Hingga saat ini, jumlah populasinya hanya tinggal sekitar 400 ekor saja. Untuk menghindari kepunahan akibat perburuan liar, maka kebanyakan harimau sumatera di ditempatkan di Cagar Alam dan Taman Nasional. Kemudian, sekitar 250 ekor hidup di berbagai kebun binatang yang tersebar di seluruh dunia. Harimau sumatera juga termasuk dalam daftar hewan dilindungi oleh pihak pemerintah Indonesia, berdasarkan UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. 2. Badak Sumatera Perlu Grameds ketahui bahwa sebagai salah satu satwa yang terancam punah, 5 spesies badak yang ada di dunia, 2 diantaranya hidup di Indonesia, yakni Badak Sumatera dan Badak Jawa. Badak Sumatera dengan nama latin Dicerorhinus Sumatrensis menjadi satu-satunya badak Asia yang memiliki dua cula. Sayangnya, saat ini keberadaannya menjadi punah akibat perburuan liar untuk diambil culanya. Cula badak sumatera ini dipercaya dapat menjadi obat tradisional untuk menyembuhkan berbagai penyakit, meskipun sebenarnya tidak ada penelitian ilmiah yang terkait akan kepercayaan tersebut. Ditambah lagi, susunan dalam cula badak itu serupa dengan kuku dan rambut manusia, sehingga jelas tidak memiliki khasiat penyembuhan apapun. Populasinya saat ini hanya kurang dari 80 ekor saja dan rata-rata tersebar di wilayah Taman Nasional Bukit Barisan, Taman Nasional Gunung Leuser, dan Taman Nasional Way Kambas. Habitat badak sumatera kebanyakan adalah di daerah berbukit yang dekat air, hutan hujan tropis, hutan lumut pegunungan, hingga daerah pinggiran hutan. Beruntungnya, pada 24 Maret 2022 lalu, seekor badak sumatera bernama Rosa yang ada di Taman Nasional Way Kambas, Provinsi Lampung, berhasil melahirkan anak berjenis kelamin betina. Kelahiran ini tentu saja menambah jumlah populasi badak sumatera yang ada di taman nasional tersebut. 3. Orangutan Sumatera Sumatran orang utan Pongo abelii female Suma’ swinging through the trees with male baby Forester’ part of baby snatching story Gunung Leuser NP, Sumatra, Indonesia Di Indonesia, terdapat tiga spesies orangutan sebagai hewan endemik, yakni orangutan sumatera, orangutan kalimantan, dan orangutan tapanuli. Ketiga spesies ini termasuk dalam daftar hewan dilindungi sebab hutan tempat tinggal mereka selalu menjadi sasaran pembabatan hutan secara liar. Orangutan sumatera dengan nama latin Pongo Abelii ini memiliki ukuran lebih kecil daripada orangutan kalimantan, yakni tinggi sekitar 4,6 kaki dan berat 200 pon saja. Orangutan sumatera justru memiliki perilaku lebih bersosial dibandingkan dengan orangutan kalimantan, yang mana lebih suka berkumpul untuk makan sejumlah buah di dekat pohon secara bersama-sama. Saat ini, terdapat 13 kantong populasi orangutan yang tentu saja berada di Pulau Sumatera, yang mana hanya tiga kantong tersebut memiliki sekitar 500 ekor dan tujuh kantongnya memiliki 250 ekor. Pada 31 Mei 2022 lalu, seekor orangutan sumatera berusia 3 tahun bernama Kaka diserahkan oleh warga Bogor kepada pihak Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera, guna dipulangkan ke habitat aslinya. 4. Monyet Kedih Monyet kedih menjadi primata asli alias hewan endemik yang terdapat di Pulau Sumatera, khususnya di Sumatera Utara. Monyet kedih dengan nama latin Presbytis Thomasi ini memiliki ekspresi yang tenang dan termasuk pada hewan pemalu. Penyebaran primata ini adalah di kawasan hutan Aek Nauli sampai Suaka Margasatwa Rawa Singkil di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Secara alami, monyet kedih hidup secara berkelompok yakni sekitar 10 ekor, yang meliputi 1 jantan dan 6 betina, sisanya adalah anak-anak mereka. Monyet kedih memiliki perilaku yang khas, yakni suara vokal kuat dari masing-masing kelompoknya. Sehingga dapat disebut juga bahwa monyet kedih akan mengenali anggota kelompoknya berdasarkan suara vokal tersebut. 5. Gajah Sumatera Gajah Sumatra dengan nama latin Elephas Maximus Sumatranus ini memiliki ukuran yang lebih kecil daripada gajah afrika. Kebanyakan gajah sumatera ditangkarkan di Way Kambas Lampung, tetapi ada juga yang dikembangbiakkan di Tangkahan, Langkat. Menurut survey pada tahun 2007, jumlah populasi dari gajah sumatera yang tersisa adalah sekitar ekor, tetapi jumlahnya semakin menurun akibat perburuan liar yang marak terjadi akhir-akhir ini. Hewan Endemik di Pulau Jawa 1. Harimau Jawa Keberadaan harimau jawa ini dapat disebut sebagai punah sebab telah diumumkan secara resmi oleh pihak International Union for Conversation Nature. Jenis harimau dengan nama latin Panthera Tigris Sondaica ini telah dinyatakan punah pada tahun 1980-an. Bahkan, harimau jawa yang terakhir terlihat ada di Taman Nasional Meru Betiri, Jawa Timur, itu pun pada tahun 1976. Punahnya hewan endemik ini disebabkan karena perburuan liar yang dilakukan secara bar-bar. Meskipun pada tahun 1990-an, telah banyak laporan mengenai kemunculan harimau jawa ini, tetapi tidak dapat dilakukan verifikasi lebih lanjut. Kemudian pada tahun 1998, di Universitas Gadjah Mada UGM, pernah melakukan sebuah seminar nasional yang menyepakati bahwa peneliti harus melakukan peninjauan kembali atas klaim punahnya hewan endemik ini. Hal tersebut karena banyak bukti yang ditemukan dan berkaitan dengan “kembalinya harimau jawa” ini. 2. Badak Jawa Sebenarnya, keberadaan badak jawa tidak hanya berhabitat di pulau Jawa saja, tetapi juga di negara Vietnam, Laos, Kamboja, hingga Thailand. Namun, di Vietnam pada tahun 2010, populasi dari hewan endemik ini dinyatakan telah punah. Sementara di Pulau Jawa, terutama di Taman Nasional Ujung Kulon, keberadaan badak jawa juga terbatas. Pada tahun 2017, jumlahnya sekitar 67 ekor saja yang tersebar di Semenanjung Ujung Kulon. Daerah sebaran tersebut sesuai dengan habitatnya yang berupa daerah dataran rendah dengan cukupnya sumber air dan pangan. 3. Macan Tutul Jawa Hewan endemik dengan nama latin Panthera Pardus ini juga memiliki nama lokal yakni macan kumbang. Apabila dibandingkan dengan macan tutul lainnya, hewan endemik ini memiliki ukuran yang lebih kecil dan indra penglihatan serta penciumannya yang tajam. Sayangnya, macan tutul jawa saat ini tengah berada di ambang kepunahan akibat pemburuan liar. Pada tahun 2008, populasi dari macan tutul jawa hanya 250 ekor saja. Sebagian besar populasinya dapat ditemukan di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Jawa Barat. 4. Elang Jawa Apakah Grameds tahu jika lambang negara Indonesia yakni Garuda itu adalah penjelmaan dari elang jawa? Sebenarnya, Burung Garuda yang berukuran besar itu tidak ada di dunia nyata, sebab merupakan hewan mitologi. Namun, burung Garuda dapat kita lihat kok sebab merupakan penjelmaan dari elang jawa. Sayangnya, hewan endemik yang sekaligus menjadi penjelmaan lambang negara Indonesia ini justru semakin langka untuk ditemukan. Padahal, hewan endemik dengan nama latin Nisaetus Bartelsi ini keunikan berupa jambulnya yang menonjol sekitar 2-4 helai dengan panjang 12 cm. Apalagi ketika mengepakkan sayapnya secara kuat, elang jawa ini akan memiliki kemampuan terbang tinggi sehingga nampak gagah dan jantan. 5. Kukang Jawa Pada 6 Januari 2022 lalu, seekor kukang jawa dengan nama latin Nycticebus Javanicus ini dilepasliarkan di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Sebelumnya, hewan endemik tersebut ditemukan oleh masyarakat di kawasan pemukiman. Atas kesadaran masyarakat mengenai pelestarian hewan endemik, maka hal tersebut patut untuk diapresiasi. Kukang jawa merupakan salah satu jenis primata yang hidup secara nokturnal alias aktif mencari mangsa ketika malam hari. Ciri khas dari primata ini adalah adanya kelenjar racun yang ada di bawah ketiaknya, berfungsi sebagai pertahanan dari predator yang hendak memangsanya. Saat ini, kebanyakan kukang jawa tersebar di kawasan taman nasional, cagar alam, atau suaka margasatwa. Hal tersebut karena hewan endemik ini telah masuk dalam daftar hewan langka sehingga harus dilindungi, terlebih dengan adanya aturan UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Hewan Endemik di Pulau Kalimantan 1. Orangutan Kalimantan Orangutan Borneo Adult male Bornean orangutan Pongo pygmaeus in rainforest canopy, Gunung Palung National Park, Borneo, West Kalimantan, Indonesia Orangutan kalimantan dengan nama latin Pongo Pygmaeus ini hidup di Pulau Kalimantan, yang mana mencakup wilayah Kalimantan Barat dan Serawak Malaysia. Habitatnya berupa daerah hutan hujan tropis yang cocok dengan keadaan di Pulau Kalimantan, terlebih lagi kebiasaannya yang membuat sarang dari dedaunan di pepohonan lebat. Sebenarnya, morfologi dari orangutan kalimantan ini tidak jauh berbeda dengan orangutan sumatera, yakni termasuk hewan diurnal aktif di siang hari dan arboreal hidup di pepohonan. Tubuh hewan endemik ini umumnya diselimuti rambut merah kecoklatan dengan kepala yang lebih besar dan posisi mulut yang tinggi. Pada orangutan jantan, memiliki benjolan di kedua sisi wajahnya. Sayangnya, spesies hewan endemik ini telah masuk dalam status endangered alias terancam punah sejak tahun 1994. Maka dari itu, pihak pemerintah menetapkan adanya UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya untuk menjaga orangutan kalimantan dari kepunahan, terutama yang disebabkan oleh kerusakan hutan dan perburuan liar. 2. Rangkong Papan Burung Rangkong Papan dengan nama latin Buceros Bicornis ini apabila dewasa dapat berukuran panjang hingga 160 cm. Biasanya, rangkong papan betina memiliki ukuran lebih kecil dari rangkong papan jantan. Untuk membedakan keduanya, cukup melihat dari warna matanya saja, yakni mata biru untuk burung betina sementara warna merah untuk burung jantan. Makanan utama dari hewan endemik ini adalah serangga, cacing, siput, amfibi, hingga kepiting. Tidak jarang pula mereka akan mengonsumsi buah-buahan, salah satunya adalah buah pala dan buah drupa. Apabila ukuran mangsanya lebih besar, maka akan dibenturkan terlebih dahulu pada dahan pohon dan melunakannya di dalam paruh, lalu baru ditelan. Sayangnya, burung endemik ini semakin punah karena maraknya penebangan pohon dan pembukaan lahan secara besar-besaran. Terlebih lagi adanya kepercayaan akan dagingnya yang dapat dikonsumsi sebagai obat tradisional membuat perburuan liar burung rangkong papan semakin bar-bar. 3. Monyet Bekantan Apakah Grameds tahu bahwa hewan endemik yang satu ini ternyata merupakan maskot dari taman hiburan Dunia Fantasi Dufan yang terletak di Jakarta? Yap, dengan ciri khas hidung besar, monyet bekantan juga dijuluki sebagai “monyet belanda” oleh penduduk setempat. Monyet bekantan tidak membuat sarang khusus untuk tempatnya tidur, sehingga untuk istirahat hanya mencari pohon di sekitar tepi sungai saja. Keberadaan monyet bekantan masih tersebar di hutan-hutan Pulau Kalimantan, terutama di Taman Nasional Tanjung Puting. Namun meskipun demikian. monyet bekantan juga rentan akan kepunahan, sebab hutan mangrove semakin rusak akhir-akhir ini. Terlebih lagi adanya kebakaran hutan tentu saja mengancam populasi monyet bekantan sebagai hewan endemik Indonesia. 4. Ikan Pesut Mahakam Ikan pesut mahakam alias Irrawaddy Dolphin ini disebut-sebut sebagai lumba-lumba sungai sejati, sebab berhabitat di sungai alias air tawar. Padahal sebenarnya, terdapat beberapa perbedaan antara ikan pesut mahakam dengan lumba-lumba, mulai dari bentuk moncongnya, bentuk kepala, hingga habitat aslinya. Di Kalimantan, ikan pesut mahakam selalu menjadi “lakon” dalam cerita rakyat maupun legenda setempat. Sayangnya, saat ini populasi hewan endemik ini semakin punah, sebab adanya aktivitas ponton, baik dari perusahaan perkebunan kelapa sawit maupun tambang batu bara. Hewan Endemik di Pulau Sulawesi 1. Burung Maleo Burung Maleo biasanya hidup di hutan tropis dataran rendah yang ada di Sulawesi Tengah dan Gorontalo, terutama di kawasan Taman Nasional Lore Lindu populasi hewan endemik ini sekitar 320 ekor. Ciri khas dari burung maleo berupa adanya tonjolan di bagian kepala, ukuran telur yang besar, dan tidak suka untuk mengerami telurnya. Sayangnya, adanya illegal logging, kebakaran hutan, hingga perburuan liar menyebabkan burung maleo menjadi hewan endemik yang terancam punah. Mengingat burung ini tidak mengerami telurnya, sehingga rentan diserang oleh predator, salah satunya adalah biawak dan kadal. Burung maleo biasanya menempatkan telurnya di dalam tanah, yang mana akan dapat dicium baunya oleh kadal dengan mudah. 2. Kuskus Beruang Sulawesi Hewan endemik dengan nama latin Ailurops Ursinus ini menyukai habitat berupa hutan tropis dataran rendah, misalnya di Kepulauan Butung, Kepulauan Muna, dan Kepulauan Peleng. Ciri khas dari kuskus beruang sulawesi adalah ekornya dapat digunakan untuk bergantungan atau melilit batang pohon ketika dirinya tengah mencari makan. Sama halnya dengan hewan endemik lain, kuskus beruang sulawesi juga terancam punah karena terjadinya perburuan dan perdagangan liar. Tidak hanya itu saja, hutan tropis yang menjadi tempat tinggalnya saat ini banyak mengalami kerusakan akibat upaya pembukaan lahan demi area pertanian dan pemukiman penduduk. 3. Tarsius Tarsius adalah hewan endemik yang memiliki bentuk tubuh unik, yakni berupa tulang tarsal yang memanjang dan membentuk pergelangan, sehingga dapat membuatnya melompat pada jarak 3 meter dari satu pohon ke pohon lain. Tarsius adalah jenis hewan nokturnal, sehingga mereka akan melakukan aktivitas berupa berburu mangsa ketika malam hari. Sasaran mangsanya adalah jangkring, burung kecil. kelelawar, dan reptil kecil. Maraknya aktivitas pemeliharaan tarsius sebagai hewan peliharaan juga menjadi penyebab hewan endemik ini mengalami kepunahan. Bahkan, tarsius juga termasuk dalam kategori 25 primata yang paling terancam punah di dunia. Padahal, tarsius itu tidak pernah betah disentuh oleh manusia lho, sehingga seringnya mereka akan bereaksi berupa membenturkan kepala ke pohon sebagai upaya bunuh diri. 4. Babi Rusa Hewan endemik yang masuk dalam jenis babi liar ini biasanya hidup di sekitar Pulau Sulawesi, mulai dari Pulau Togean, Pulau Sula, Pulau Malenge, dan lainnya. Habitat dari babi rusa adalah daerah hutan hujan tropis dan merupakan hewan herbivora. Bentuk tubuh babi rusa ini hampir mirip dengan babi tetapi ukurannya lebih kecil. Terdapat perbedaan yang mencolok antara babirusa dengan babi, yakni babirusa memiliki taring panjang yang menembus moncongnya. Maraknya perdagangan liar pada babi rusa yang mengincar dagingnya menjadikan hewan endemik ini masuk kategori langka dan wajib dilindungi oleh pihak pemerintah dan masyarakat setempat. Tidak hanya itu saja, adanya pembabatan hutan secara liar juga menjadi penyebab langkanya populasi babi rusa. Hewan Endemik di Pulau Papua 1. Kanguru Pohon Mantel Emas Ternyata, keberadaan hewan kanguru tidak hanya ada di Australia saja lho, tetapi di Tanah Papua juga ada, yakni kanguru pohon mantel emas. Ciri khas dari hewan endemik ini adalah warna bulunya yang kuning keemasan di sepanjang bagian leher, pipi, dan kaki. Pada tahun 2021 lalu, diadakanlah PON Pekan Olahraga Nasional XX di Papua dan menjadikan hewan endemik ini sebagai maskotnya. Sebenarnya, keberadaan kanguru pohon mantel emas ini baru diketahui oleh publik pada tahun 1990 oleh Pavel German di Gunung Sapau. Sayangnya, hewan endemik ini terancam punah karena kerusakan hutan dan perburuan liar sehingga mempengaruhi populasi di alam. Bahkan pihak The International Union for Conservation of Nature IUCN juga menyatakan bahwa kanguru jenis ini masuk dalam kategori kritis dan terancam punah. 2. Burung Cendrawasih Grameds pasti sudah tahu bahwa burung yang dikenal sebagai burung surga ini adalah ikon terkenal dari Tanah Papua. Yap, burung cendrawasih dikenal demikian sebab memiliki bulu berwarna merah dengan corak warna-warni pada bagian kepalanya. Habitatnya banyak ditemukan di hutan lebat dataran tinggi. Uniknya, ketika musim kawin datang, burung cendrawasih jantan akan memamerkan bulunya yang indah tersebut disertai tarian dan suara layaknya nyanyian di atas pohon. Hal tersebut dilakukan untuk menarik perhatian burung cendrawasih betina. Sayangnya, perburuan liar burung cendrawasih yang masih marak terjadi menjadikan hewan endemik ini terancam punah. Perburuan liar tersebut mengincar bulu-bulu indahnya yang mana biasa digunakan sebagai penghias topi. 3. Labi-Labi Moncong Babi Hewan endemik dengan nama latin Carettochelys Insculpta ini memiliki bentuk mirip kura-kura, sebab adanya cangkang di tubuhnya. Hal yang membedakannya dengan kura-kura adalah adanya hidung panjang layaknya moncong babi. Habitat dari labi-labi ini biasanya di sungai, rawa, dan air payau yang tersebar di Pulau Papua. Bahkan tak jarang, hewan endemik ini juga ditemukan di Australia bagian utara. Sayangnya, labi-labi moncong babi ini termasuk hewan langka dan wajib dilindungi atas adanya Permen LHK Nomor Hal tersebut karena maraknya perdagangan liar dan bahkan diselundupkan untuk tujuan komersial. Nah, itulah ulasan mengenai hewan-hewan endemik yang tersebar di pulau-pulau Indonesia. Sebagian besar hewan-hewan endemik ini termasuk dalam daftar hewan dilindungi oleh pihak pemerintah Indonesia, berdasarkan UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Sebagai generasi masa depan, kita harus berperan besar dalam upaya pelestarian hewan-hewan endemik ini ya… Baca Juga! Apa Itu Hewan Ruminansia? 7 Hewan Purba yang Masih Hidup di Indonesia Pengertian dan Ciri-Ciri Hewan Melata Pengertian dan Karakteristik Hewan Karnivora Contoh Hewan Avertebrata Ciri-Ciri Hewan dan Habitatnya 10 Hewan Nokturnal yang Beraktivitas Pada Malam Hari Pengertian dan Contoh Hewan Omnivora ePerpus adalah layanan perpustakaan digital masa kini yang mengusung konsep B2B. Kami hadir untuk memudahkan dalam mengelola perpustakaan digital Anda. Klien B2B Perpustakaan digital kami meliputi sekolah, universitas, korporat, sampai tempat ibadah." Custom log Akses ke ribuan buku dari penerbit berkualitas Kemudahan dalam mengakses dan mengontrol perpustakaan Anda Tersedia dalam platform Android dan IOS Tersedia fitur admin dashboard untuk melihat laporan analisis Laporan statistik lengkap Aplikasi aman, praktis, dan efisien

Ikanyang disebut juga Celebes Medaka ini adalah spesies ikan hias kecil cantik di keluarga Adrianichthyidae. Ini endemik sungai, sungai dan danau di pulau Sulawesi Indonesia dan satu sungai di Timor Timur. 20. Sundadanio axelrodi. Endemik asli Kepulauan Sunda Besar dan Sumatra serta Kepulauan Riau dan Pulau Bangka di lepas pantai timur Sumatera.

Padang, ANTARA News - Empat spesies kera endemik di Siberut, satu Pulau di Kab. Kepulauan Mentawai, Sumbar, yakni bilou atau siamang kerdil hylobtaes klosii, simakobu atau monyet ekor babi siamias concolor, bokkoi atau beruk mentawai macaca pagensis dan joja atau lutung mentawai presbytis potenziani, kini terancam punah. "Punahnya spesies satu-satunya di dunia itu bisa terjadi akibat pembalakkan serta perburuan yang hingga kini masih tinggi," kata Frans Romeo, anggota Tim Terpadu Penelitian Hutan Produksi Siberut, Walhi Sumbar kepada ANTARA di Padang, Selasa 21/3. Menurut dia, perburuan spesies langka bernilai komersial itu cukup tinggi. Selain pasar lokal, ia tidak memungkiri satwa langka itu juga diperdagangkan ke luar negeri. "Pulau Siberut tergolong pulau kecil tapi mempunyai kekayaan primata endemik yang tinggi," katanya. Ia mengatakan, spesies itu sangat rentan terhadap perubahan habitat dan tata guna lahan, utamanya konversi hutan primer untuk perkebunan. Empat spesies langka itu, tambah dia, juga rentan terhadap aktivitas konversi fungsi non hutan lainnya maupun penebangan hutan primer dalam praktek HPH Berdasarkan penelitian LIPI 1995, kata Frans, bilou menghabiskan 66,66 persen waktunya di hutan primer, sedangkan joja 53,35 persen, simakobu 50,02 persen dan bokkoi 53,20 persen. "Satwa langka tersebut banyak yang punah ketika mereka ke luar dari habitatnya," katanya.* COPYRIGHT © ANTARA 2006

BerukMentawai (Macaca pagensis). Satwa endemik dan langka dari Kepulauan Mentawai, populasinya antara ekor. Orangutan Sumatera (Pongo abelii). Binatang langka ini populasinya sekitar 7.300 ekor (2004). Simpei Mentawai (Simias concolor). Endemik Kepulauan Mentawai. Populasi 6.000-15.500 ekor (2006). Kanguru Pohon Mantel Emas (). Endemik Papua, populasinya N/A.

Jakarta - Lembaga Konservasi Taman Safari Indonesia TSI dan Taman Nasional Siberut melakukan kegiatan survey keanekaragaman jenis-jenis primata endemik Kepulauan Mentawai pada Juli 2017 hingga Maret - April 2018. Hasil survey tersebut menunjukkan data bahwa populasi empat jenis primata endemik di Kepulauan Mentawai cenderung menurun. Adapun 4 jenis primata endemik tersebut di antaranya bilou atau siamang kerdil Hylobates klosii, joja atau lutung mentawai Presbytis potenziani, monyet ekor babi Simias concolor dan bokkoi atau beruk Mentawai Macaca pagensis. Keempat jenis primata ini tersebar merata di daerah Researcher Taman Safari Indonesia, Walberto Sinaga, menjelaskan laju penurunan populasi primata endemik ini diakibatkan oleh beberapa faktor. "Faktornya perburuan liar, rusaknya habitat akibat deforestasi, dan perambahan hutan. Penurunan populasi juga disebabkan adanya ancaman manusia yang mencakup perburuan dan hilangnya habitat karena manusia terus menebang hutan-hutan tropis secara besar-besaran, membangun jalan, pemekaran wilayah, dan menambang," jelas Walberto kepada detikcom Kamis 25/10/2018. Walberto turut mengungkapkan menurunnya populasi memang tidak bisa dikatan langsung terancam punah. Melainkan harus melalui kajian penelitian terlebih dahulu. "Akan tetapi jika di suatu daerah pernah dilakukan penelitian populasi dengan temuan jumlah yang besar dan dalam beberapa tahun kemudian dilakukan penelitian kembali tidak ditemukan atau populasi menurun, maka spesies dapat dikatakan terancam. Untuk mempertahankan keragaman genetik primata, minimal populasi berukuran 50-500 individu agar populasi dapat berkembang biak," atau beruk Mentawai menjadi salah satu primata endemik Kepulauan Mentawai yang populasinya menurun Foto Dok Taman Safari IndonesiaOleh karena itu, TSI melakukan survey ini demi mengetahui jenis-jenis, populasi, dan penyebaran primata endemik Kepulauan Mentawai serta mengindentifikasi tindakan-tindakan konservasi lanjutan yang akan dilakukan ke depannya."Langkah pertama Taman Safari Indonesia dalam mengatasi penurunan populasi primata endemik di Kepulauan Mentawai dengan cara melakukan penelitian dahulu terhadap jumlah populasi di alam. Selanjutnya melakukan kegiatan konservasi melalui program monitoring populasi satwa, membantu Taman Nasional Siberut membangunkan kandang sementara untuk primata yang disita dan akan dilepaskan balik ke hutan," depannya, TSI juga akan melakukan konservasi edukasi untuk masyarakat Mentawai yang hidup dekat dengan tempat tinggal primata tersebut. Dimulai dari tingkat SD, SMP, dan SMA dengan tujuan agar masyarakat teredukasi sejak dini mengenai pentingnya konservasi satwa primata. "Dari sisi pencegahan terhadap satwa primata endemik dilakukan koordinasi antar tokoh adat, tokoh pemuda, instansi pemerintah, dan lembaga-lembaga yang terkait terhadap kawasan di Kepulauan Mentawai," pungkasnya. ega/idr Berikutini adalah spesies-spesies paus paling besar di dunia, yang layak kita ketahui. FAKTA UNIK DAN MENAKJUBKAN. Paus Biru SEPUTAR DUNIA HEWAN. Mamalia laut ini masuk ke dalam subordo paus balin dan dipercaya sebagai hewan paling besar yang pernah ada. Panjangnya lebih dari 33 meter, dengan berat mencapai 181 ton atau lebih.
13 Oktober 2021 WIB • 3 menit Selain dikenal karena budaya dan objek wisatanya, Mentawai juga memiliki kuliner tradisional yang layak mendapatkan sorotan. Tak hanya sagu dan keladi yang jadi makanan pokok, masyarakat Mentawai juga mengolah bahan-bahan tak biasa sebagai masakan lezat, seperti ulat kayu, ulat sagu, hingga kepiting yang menjadi endemik daerah tersebut. Mentawai sejatinya merupakan sebuah kabupaten kepulauan yang terletak di pulau Sumatra dan daerahnya dikelilingi oleh Samudera Hindia. Mentawai menjadi bagian dari serangkaian pulau non-vulkanik dan gugus kepulauan tersebut merupakan puncak-puncak dari punggung pegunungan bawah laut. Kabupaten tersebut terdiri dari empat kelompok pulau utama, yaitu Pulau Siberut, Pulau Sipora, Pulau Pagai Utara, dan Pulau Pagai Selatan yang mayoritas dihuni oleh masyarakat Suku Mentawai dan Suku Minangkabau. Jika berkesempatan mengunjungi Mentawai, tentunya harus meluangkan waktu untuk mencicipi kulinernya yang khas dan sulit ditemukan di daerah lain. Berikut daftarnya Mencicipi Nasi Menok dan Tepo Tahu, Hidangan Tradisional Khas MagetanAnggau siboik-boikHidangan yang satu ini agaknya terasa lebih 'normal' dari dua makanan sebelumnya. Namun, anggau siboik-boik juga terbilang unik karena bahan dasarnya adalah hewan endemik Mentawai. Anggau merupakan hewan jenis kepiting dengan cangkang berwarna ungu, badannya berwarna hitam, sedangkan kaki dan capitnya kemerahan. Biasanya musim anggau adalah Agustus hingga September. Karena waktunya sebentar, tak heran bila masyarakat berbondong-bondong mendapatkan kepiting ini. Bahkan, musim anggau ini dijadikan agenda wisata oleh pemerintah setempat yang dikenal dengan nama Festival Muanggau. Untuk membuat hidangan anggau siboik-boik, kepiting harus dibersihkan dan dibelah jadi dua bagian. Kemudian, dibumbui dengan bawang merah, bawang putih, jahe, daun kunyit, dan lada. Semua bahan dicampur jadi satu, ditambahkan air, dan direbus hingga matang serta bumbunya meresap. Setelah matang, anggau biasa disantap dengan subbet, hidangan perpaduan antara keladi, pisang, dan kelapa yang dibentuk bulat-bulat serupa klepon. Ragam Kuliner Khas Nias dengan Nama Unik, Hambae Nititi hingga Gowi NifufuBatraSeperti halnya di Papua, masyarakat Suku Mentawai juga terbiasa menyantap ulat sagu yang disebut batra. Biasanya, batra dikonsumsi usai panen sagu, yang akan menjadi makanan utama mereka. Setelah sagu ditebang, dalam rentang waktu tiga bulan akan muncul larva dan akan dipanen sebagai lauk. Paling mudah mengolah ulat sagu ini dengan dijadikan sate. Cukup ditusuk di bambu, diberi sedikit garam, dan dibakar di atas bara api. Setelah matang, sate batra akan terasa gurih dan beraroma lezat dari proses pembakaran. Selain dibuat sate, batra juga bisa dimasak di dalam bambu. Untuk cara yang satu ini, perut ulat harus diiris terlebih dahulu kemudian dimasukkan ke dalam bambu, dan dibakar. Meski dimasak tanpa air, saat matang, batra akan berair berwarna kekuningan dan siap disantap dengan sagu. Kemudian, batra juga bisa ditumis dengan campuran air kelapa muda atau diasap di atas perapian sampai warnanya menghitam dan kering. Mirip Roti Jala India, Ragit Kudapan Khas Palembang yang LegitToek Hidangan selanjutnya ini mungkin agak mirip dengan batra, yaitu sama-sama dari ulat. Bedanya, toek merupakan hewan serupa cacing atau ulat berwarna putih kekuningan. Biasanya toek didapatkan dari hasil rendaman kayu sungai selama tiga bulan. Namun, kayu yang dipakai pun bukan sembarangan, melainkan kayu tumung, kayu bak-bak, kayu mai geuk-geuk, dan kayu etet. Kayu tumung bisa dibilang paling sering dipakai masyarakat Suku Mentawai karena proses pembuatan toeknya lebih cepat. Kayu tumung Campnosperma auriculatum tumbuh di hutan-hutan dan cukup mudah ditemukan. Setelah direndam tiga bulan di sungai, kayu diangkat dan dibelah dengan kapak. Di dalam kayu tersebut akan terdapat banyak lubang tempat bersarang ulat. Setelah dibersihkan, toek bisa langsung dimakan dan bahkan lebih nikmat disantap mentah-mentah. Namun, bagi yang belum terbiasa, toek juga bisa ditumis dengan bumbu seperti bawang merah dan cabai, kemudian diberi garam dan perasan jeruk nipis. Toek tak selamanya mudah ditemukan sebab proses pembuatannya tergantung pada cuaca. Jika sedang kemarau, toek tidak akan jadi karena air di sungai pun kurang lancar. Namun, pada musim hujan, ketika sungai deras pun, toek bisa kurang bagus karena air cenderung kurang bersih. Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Dian Afrillia lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Dian Afrillia.
Beradadi wilayah provinsi sulawesi tenggara; Beruk mentawai (macaca pagensis) primata ini endemik kepulauan mentawai, sumatera barat adalah salah satu hewan khas indonesia. Salah satu flora khas sulawesi yang sangat terkenal adalah burung allo atau dalam nama indonesia disebut rangkong sulawesi, hewan ini merupakan salah satu burung endemik sulawesi. Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat merupakan salah satu pulau terindah di Indonesia yang patut dikunjungi. Terdiri dari empat pulau besar yaitu Siberut, Sipora, Pagai Selatan dan Pagai Utara serta terdapat 94 buah pulau kecil, menjadikan Mentawai pulau yang sangat indah dan menjadi tujuan wisata. Sebagai pulau terluas diantara tiga pulau lainnya, Pulau Siberut memiliki kekayaan jenis tumbuhan dan satwa endemik, sehingga sering menjadi tempat penelitian. Tercatat ada 846 jenis tumbuhan, dari 390 genus dan 131 suku, meliputi pohon, semak, herba, liana dan epifit. Sebanyak 503 jenis tumbuhan diantaranya dimanfaatkan oleh masyarakat untuk bahan obat tradisional. Pulau Siberut menjadi kawasan yang fenomenal dan unik karena tingkat endemisitas yang sangat tinggi yaitu 15% flora dan mencapai 65% untuk mamalia. Dari 29 mamalia yang tercatat di Pulau Siberut terdapat 21 spesies endemik. Empat diantaranya jenis primata yang hanya dimiliki oleh Kepulauan Mentawai yaitu bilou atau siamang kerdilHylobates klossii, simakobu atau monyet ekor babi Simias concolor, bokkoi atau beruk mentawai Macaca pagensis, dan joja atau lutung mentawai Presbytis potenziani. !break! Bilou atau siamang kerdil Bilou atau siamang kerdil Hylobates klossii merupakan jenis primata yang paling terkenal di Mentawai. Bilou memiliki bulu-bulu yang jarang berwarna hitam gelap dan terdapat selaput antara jari kedua dan ketiga. Primata monogami ini hidup secara berkelompok yang terdiri dari induk jantan dan betina dengan anak-anaknya yang belum dewasa, dengan satu keluarga rata-rata tiga sampai empat individu. Sedangkan jumlah anggota dalam satu kelompok dapat mencapai 11 individu. Sebagai jenis arboreal tertua yang masih hidup, bilou merupakan jenis primata yang paling banyak menghabiskan waktu di atas pohon yang tinggi lebih dari 20 meter dengan pakan yang disukainya adalah Ficus sp, nibung liana dan tangkai. Pekik bilou paling sederhana, lebih panjang dan bervariasi diantara pekikan jenis kera arboreal lainnya. Siamang kerdil ini jarang turun ke tanah, karena termasuk satwa yang pergerakannya banyak menggunakan lengan-lengan yang panjang untuk berpindah/melompat dari satu pohon ke pohon yang lain sehingga sulit bergerak di permukaan tanah. Karena arboreal, menjadikan bilou jenis primata yang hidupnya paling dipengaruhi oleh kegiatan penebangan hutan. Primata Arboreal Unik Sedangkan joja atau lutung mentawai Presbytis potenziani mempunyai bentuk yang paling indah diantara primata endemik, dengan punggung hitam berkilat, bagian perut berwarna coklat tua, putih sekitar muka dan leher dan ekor yang panjang dan hitam seperti sutera. Meskipun termasuk dalam genus tropis Asia yang besar dan menyebar luas, joja memiliki keunikan dalam banyak hal. Betina dewasa dan jantan pasangannya ikut serta dalam pekikan dan peragaan tantangan terhadap kelompok lain, tidak seperti kera arboreal jenis lainnya, karena hanya jantan saja yang melakukan kedua hal tersebut. Joja biasanya mengeluarkan bunyi sebelum fajar dan dijadikan sebagai tanda teritori kelompoknya sehingga kelompok-kelompok binatang lainnya dapat menghindarkan diri. Primata arboreal sejati ini, hampir sepanjang hidupnya tinggal di pohon dan jarang sekali turun ke tanah. Makanannya terdiri dari setengahnya berupa buah-buahan, 35% daun-daun dan 15% biji-bijian, kacang, bunga dan materi tumbuhan lainnya. !break! Bekantan Mentawai Simakobu atau monyet ekor babi Simias concolor termasuk kedalam keluarga bekantan. Tetapi simakobu sangat berlainan dari bekantan dan semua bentuk monyet lainnya karena ekornya yang pendek menyerupai ekor babi, badan yang gemuk pendek dan anggota-anggota badan yang sama panjang. Ada dua jenis warna bulu simakobu yaitu kelabu tua dan keemasan. PROMOTED CONTENT Video Pilihan

Satwaendemik dan langka dari Kepulauan Mentawai, populasinya antara ekor. Orangutan Sumatera (Pongo abelii). Binatang langka ini populasinya sekitar 7.300 ekor (2004). Simpei Mentawai (Simias concolor). Endemik Kepulauan Mentawai. Populasi 6.000-15.500 ekor (2006). Kanguru Pohon Mantel Emas. Endemik Papua, populasinya N/A.

Joja atau lutung mentawai menjadi salah satu primata endemik Kepulauan Mentawai yang populasinya menurun/Foto Dok Taman Safari Indonesia Jakarta – Lembaga Konservasi Taman Safari Indonesia TSI dan Taman Nasional Siberut melakukan kegiatan survey keanekaragaman jenis-jenis primata endemik Kepulauan Mentawai pada Juli 2017 hingga Maret – April 2022. Hasil survey tersebut menunjukkan data bahwa populasi empat jenis primata endemik di Kepulauan Mentawai cenderung menurun. Adapun 4 jenis primata endemik tersebut di antaranya bilou atau siamang kerdil Hylobates klosii, joja atau lutung mentawai Presbytis potenziani, monyet ekor babi Simias concolor dan bokkoi atau beruk Mentawai Macaca pagensis. Keempat jenis primata ini tersebar merata di daerah Researcher Taman Safari Indonesia, Walberto Sinaga, menjelaskan laju penurunan populasi primata endemik ini diakibatkan oleh beberapa faktor. “Faktornya perburuan liar, rusaknya habitat akibat deforestasi, dan perambahan hutan. Penurunan populasi juga disebabkan adanya ancaman manusia yang mencakup perburuan dan hilangnya habitat karena manusia terus menebang hutan-hutan tropis secara besar-besaran, membangun jalan, pemekaran wilayah, dan menambang,” jelas Walberto kepada detikcom Kamis 25/10/2022. Walberto turut mengungkapkan menurunnya populasi memang tidak bisa dikatan langsung terancam punah. Melainkan harus melalui kajian penelitian terlebih dahulu. “Akan tetapi jika di suatu daerah pernah dilakukan penelitian populasi dengan temuan jumlah yang besar dan dalam beberapa tahun kemudian dilakukan penelitian kembali tidak ditemukan atau populasi menurun, maka spesies dapat dikatakan terancam. Untuk mempertahankan keragaman genetik primata, minimal populasi berukuran 50-500 individu agar populasi dapat berkembang biak,” katanya. Bokkoi atau beruk Mentawai menjadi salah satu primata endemik Kepulauan Mentawai yang populasinya menurun Foto Dok Taman Safari Indonesia Oleh karena itu, TSI melakukan survey ini demi mengetahui jenis-jenis, populasi, dan penyebaran primata endemik Kepulauan Mentawai serta mengindentifikasi tindakan-tindakan konservasi lanjutan yang akan dilakukan ke depannya.”Langkah pertama Taman Safari Indonesia dalam mengatasi penurunan populasi primata endemik di Kepulauan Mentawai dengan cara melakukan penelitian dahulu terhadap jumlah populasi di alam. Selanjutnya melakukan kegiatan konservasi melalui program monitoring populasi satwa, membantu Taman Nasional Siberut membangunkan kandang sementara untuk primata yang disita dan akan dilepaskan balik ke hutan,” depannya, TSI juga akan melakukan konservasi edukasi untuk masyarakat Mentawai yang hidup dekat dengan tempat tinggal primata tersebut. Dimulai dari tingkat SD, SMP, dan SMA dengan tujuan agar masyarakat teredukasi sejak dini mengenai pentingnya konservasi satwa primata. “Dari sisi pencegahan terhadap satwa primata endemik dilakukan koordinasi antar tokoh adat, tokoh pemuda, instansi pemerintah, dan lembaga-lembaga yang terkait terhadap kawasan di Kepulauan Mentawai,” pungkasnya. ega/idr Beruk mentawai Macaca pagensis di Taman Safari, Cisarua, Jawa Barat, Indonesia. Foto Wikipedia/Sakurai Midori Penulis Hamdi, Kontributor Garda Animalia Kepulauan Mentawai yang berada di Provinsi Sumatera Barat memiliki empat jenis primata endemik satu-satunya di dunia. Primata ini adalah Lutung mentawai Presbytis potenziani, Siamang kerdil Hylobates klosii, Beruk mentawai Macaca pagensis, dan Monyet ekor babi Simias concolor. Satwa-satwa primata ini mewakili beberapa marga primata yang ada di Indonesia dan dapat ditemukan di di dalam Kawasan Taman Nasional Siberut. Kepulauan Mentawai, terpisah pada jaman Pleistosen atau sekitar 500 juta tahun yang silam dengan daratan Asia. Keadaan geografis Indonesia yang terdiri dari pulau-pulau memicu terbentuknya jenis khas setiap pulau. Hutan tropis di wilayah ini memiliki keanekaragaman satwa yang tinggi. Peneliti memperkirakan sekitar 65 persen mamalia dan 14 jenis burung merupakan satwa endemik. Keberadaan primata endemik kepulauan Mentawai terancam oleh penebangan hutan, pembukaan lahan untuk perkebunan, permukiman dan penggunaan Kawasan Ekonomi Khusus KEK. Selain itu, kegiatan perburuan dan perdagangan disinyalir masih marak terjadi di kawasan ini. Kebakaran hutan juga menjadi salah satu ancaman bagi primata-primata ini. Yuk kita kenalan dengan primata endemik Mentawai! 1. Siamang Kerdil Siamang kerdil. Foto Siamang kerdil atau dalam bahasa latinnya Hylobates klossii merupakan primata endemik kepulauan Mentawai, Sumatera Barat. Satwa ini disebut bilou oleh masyarakat lokal. Habitat bilou berupa hutan primer dan sekunder, dari daerah pantai hingga perbukitan. Namun kadang-kadang ditemukan hidup di hutan bakau. Kera ini memiliki kemiripan dengan Siamang, namun berukuran lebih kecil dengan berat tubuh hantan dan betina dewasa rata-rata 5,5 kg dan panjang tubuh rata-rata 45 cm. Tubuh bilou ditutupi rambut berwarna hitam, namun rambut tumbuh jarang dan tidak selebat seperti keluarga owa yang lainnya. Seperti kerabatnya, kera ini juga memiliki suara khas dengan alunan suara yang lebih merdu dibandingkan jenis siamang lain. Fakta Tragis di Balik Tren Pelepasan Burung untuk Acara Peresmian Bilou masuk dalam daftar satwa dilindungi menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. P106 Tahun 2022 tentang Tumbuhan dan Satwa Dilindungi. Kera endemik ini juga masuk dalam daftar merah Uni Internasional untuk Konservasi Alam IUCN dengan status Rentan/Vulnerable VU. Primata ini juga terdaftar dalam status appendix I dalam Konvensi Perdagangan Internasional Tumbuhan dan Satwa Liar Spesies Terancam CITES yang berarti satwa ini dilarang dalam segala bentuk perdagangan internasional. 2. Beruk Mentawai Beruk mentawai atau bokoi. Foto Ist Beruk mentawai atau Macaca pagensis merupakan primata sejenis monyet yang tersebar di Kepulauan Mentawai. Masyarakat lokal menyebut beruk ini dengan nama Bokoi/Siteut. Satwa ini sering ditemui di beberapa habitat seperti hutan bakau, hutan pantai, hutan sekunder, hutan primer, dan hutan-hutan di dekat pemukiman warga. Beruk ini terdiri dari 2 subspesies yaitu M. pagensis pagensis yang tersebar di kawasan Sipora, Pagai Utara dan Selatan serta M. pagensis siberu yang tersebar di Siberut. Bokoi memiliki karakteristik yang hampir sama dengan beruk, namun dengan ukuran tubuh yang lebih keci. Beruk ini memiliki panjang tubuh berkisar 40-50 cm, panjang ekor berkisar 15-35 cm dan berat tubuh berkisar 10-12,5 kg. Primata endemik ini memiliki ciri khas yaitu warna rambut bagian pipi berwarna putih dengan mahkota berwarna coklat. Ciri lainnya rambut pada dahi, puncak dan mantel agak panjang serta jambang pada pipi berwarna kelabu kecoklatan dan mempunyai batas yang jelas. Saat bersama anggota kelompoknya, bokoi mengeluarkan bunyi ’Kof…Kof…Kof…Kon…Kon…Kon..Kon, yang sangat keras dan disambut berulang-ulang oleh anggota lainnya. Bokoi masuk dalam daftar satwa dilindungi menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. P106 tahun 2022 tentang Tumbuhan dan Satwa Dilindungi. Beruk endemik ini juga masuk dalam daftar merah IUCN dengan status Terancam punah/Critically endangered CR. Satwa ini masuk dalam status appendix II dalam CITES yang berarti bokoi dianggap tidak terancam kepunahan, tetapi mungkin terancam punah bila perdagangan terus berlanjut tanpa adanya pengaturan. Sebuah Upaya Mencegah Gelombang Kepunahan Primata Indonesia Baca juga Langur Borneo, Primata Langka Indonesia yang Belum Dilindungi 3. Lutung Mentawai Seekor anak Lutung Mentawai Presbytis-potenziani atau yang dalam bahasa setempat disebut Joja, dipelihara warga di Muara Siberut, Kabupaten Kepulauan Mentawai, Sumatra Barat, Minggu 20/5. ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra/kye/18 Lutung yang memiliki nama ilmiah Presbytis potenziani merupakan primata yang dapat ditemukan di beberapa habitat seperti hutan primer dan sekunder, dataran rendah seperti hutan rawa, sekitar daerah perladangan sampai perbukitan di Kepulauan Mentawai. Penduduk setempat menyebut primata endemik ini dengan nama Joja/Ateipeipei. Joja terdiri dari 2 subspesies yaitu Presbytis potenziani potenziani yang tersebar di Pulau Sipora, Pulau Pagai Utara dan Selatan serta Presbytis potenziani siberut yang tersebar di Pulau Siberut. Primata ini memiliki ukuran sedang dengan panjang tubuh 50 cm dan panjang ekor ± 55 cm serta berat tubuh berkisar 6-6,5 kg. Joja memiliki warna tubuh hitam pada bagian dorsal dan ekor sedangkan pada bagian vetral berwarna pucat sampai coklat kemerahan. Ciri lainnya pada agian dahi, dagu, pipi berwarna putih. Bagian sekitar kelamin genital putih kekuningan dan individu jantan bagian kemaluan scrotum ditumbuhi rambut putih. Lutung ini dapat dikenal dengan suara yang terdengar serak dan keras. Satwa ini biasa bersuara pada sore hari. Kehidupan sosialnya berbeda dengan jenis primata lainnya, jantan dan betina bersuara dengan prilaku primitif, satu jantan dengan beberapa betina harem. Joja masuk dalam daftar satwa dilindungi menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. P106 Tahun 2022 tentang Tumbuhan dan Satwa Dilindungi. Kera endemik ini juga masuk dalam daftar merah IUCN dengan status Genting/Endangered EN. Satwa ini terdaftar dalam status appendix I dalam CITES yang berarti primata ini dilarang dalam segala bentuk perdagangan internasional. 4. Lutung Babi Mentawai Lutung babi mentawai atau simakobu. Foto Dok. IUCNRedList/Wendy M. Erb Lutung babi mentawai Atau dalam bahasa latinnya Simias concolor dapat ditemukan di Hutan primer dataran rendah, hutan rawa, dan hutan perbukitan di Kepulauan Mentawai. Primata endemik ini juga dikenal dengan nama simakobu/masepsep/masepsep simabulau oleh masyarakat setempat. Simakobu terdiri dari 2 subspesies yaitu Simias concolor concolor yang tersebar di Pulau Sipora, Pulau Pagai Utara dan Selatan serta Simias concolor siberu yang tersebar di Pulau Siberut. Simakobu tergolong kelompok lutung, akan tetapi mempunyai ekor yang berbeda dengan jenis-jenis lutung lainnya. Ukuran ekornya pendek sekitar sepertiga panjang tubuhnya 8-13 cm. Lutung ini berwajah hitam dengan hidung pesek dan bentuk tubuh mirip beruk. Lutung ini memiliki panjang tubuh berkisar 45-52,5 cm dan berat tubuh berkisar 6-9 kg. Primata ini memiliki warna tubuh cokelat gelap keabu-abuan dan adapula yang berwarna keemasan dengan warna rambut pada jambul kepala dan bahu lebih gelap. Kaki dan tangan berwarna kehitam-hitaman. Simakobu masuk dalam daftar satwa dilindungi menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. P106 Tahun 2022 tentang Tumbuhan dan Satwa Dilindungi. Primata endemik ini juga masuk dalam daftar merah IUCN dengan status Terancam punah/Critically endangered CR. Satwa ini terdaftar dalam status appendix I dalam CITES yang berarti primata ini dilarang dalam segala bentuk perdagangan internasional. WpD5pe.
  • jbrf8kakpl.pages.dev/277
  • jbrf8kakpl.pages.dev/260
  • jbrf8kakpl.pages.dev/312
  • jbrf8kakpl.pages.dev/280
  • jbrf8kakpl.pages.dev/9
  • jbrf8kakpl.pages.dev/227
  • jbrf8kakpl.pages.dev/1
  • jbrf8kakpl.pages.dev/390
  • jbrf8kakpl.pages.dev/382
  • berikut ini spesies endemik kepulauan mentawai kecuali